Beranda | Artikel
Kemudahan Agama Islam
Sabtu, 7 Juni 2014

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّ الدِّينَ يُسْر، وَلَنْ يَشادَّ الدينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ، فسَدِّدوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا، وَاسْتَعِينُوا بالغُدْوة وَالرَّوْحَةِ، وَشَيْءٍ مِنَ الدُّلَجة” (رواه البخاريُّ وَفِي لَفْظٍ لِلْبُخَارِيِّ “وَالْقَصْدَ الْقَصْدَ تَبْلُغُوْا”)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya agama (Islam) mudah, tidak ada seorang pun yang hendak menyusahkan agama (Islam) kecuali ia akan kalah. Maka bersikap luruslah, mendekatlah, berbahagialah dan manfaatkanlah waktu pagi, sore dan ketika sebagian malam tiba” (HR. Bukhari, dan pada sebuah lafaz Bukhari disebutkan, “Sederhanalah, sederhanalah niscaya kalian akan sampai“)

Syarh/Penjelasan:

Demikianlah agama Islam. Ia adalah agama yang mudah, baik dalam akidah maupun amalan. Akidah Islam mudah dicerna oleh akal pikiran, seperti tentang keesaan Allah, keberhakan-Nya untuk diibadahi karena Dia sebagai Pencipta alama semesta, tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak ada seorang yang setara dengan-Nya (lihat surat Al Ikhlas), berbeda dengan keyakinan trinitas yang dianut orang-orang Nasrani dan penuhanan makhluk yang keadaannya lebih lemah daripada penyembahnya seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrik. Demikian pula dalam amalan, syariat Islam seluruhnya mudah, bahkan kewajiban menjadi gugur ketika seseorang tidak mampu melaksanakannya. Bahkan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mempraktekkannya dalam keseharian adalah hal yang mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Perhatikanlah hadits berikut:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا، فَقَالُوا: وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، قَالَ أَحَدُهُمْ: أَمَّا أَنَا فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا، وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ أُفْطِرُ، وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ: «أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي»

Dari Anas ia berkata, “Ada tiga orang yang datang ke rumah istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bertanya tentang ibadah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saat mereka diberitahu, maka sepertinya mereka menganggapnya sedikit, lalu mereka berkata, “Bagaimanakah keadaan kami dibanding Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah diampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang.” Salah seorang dari mereka berkata, “Adapun saya, maka saya akan shalat malam selama-lamanya.” Yang lain berkata, “Saya akan berpuasa selama-lamanya dan tidak akan berbuka.” Sedangkan yang lain lagi berkata, “Saya akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya.” Maka datanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada mereka dan bersabda, “Kalian yang berkata begini dan begitu. Ketahuilah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling takwa kepada-Nya. Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat dan aku tidur, dan aku menikahi wanita. Barang siapa yang tidak suka sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Di antara prinsip Islam adalah ‘adamul haraj (meniadakan kesulitan). Oleh karena itu, Islam meringankan hukum-hukum untuk memudahkan manusia dengan beberapa cara, di antaranya:

  1. Pengguguran kewajiban dalam keadaan tertentu, misalnya tidak wajibnya melakukan ibadah hajji bagi yang tidak aman.
  2. Pengurangan kadar dari yang telah ditentukan, seperti mengqashar shalat bagi orang yang sedang melakukan perjalanan.
  3. Penukaran kewajiban yang satu dengan yang lainnya. Misalnya, kewajiban wudhu’ dan mandi diganti dengan tayammum ketika tidak bisa menggunakan air.
  4. Mendahulukan, yaitu mengerjakan sesuatu sebelum waktu yang telah ditentukan secara umum (asal), seperti jama’ taqdim, melaksanakan shalat ‘Ashar di waktu Zhuhur karena dibutuhkan.
  5. Menangguhkan, yaitu mengerjakan sesuatu setelah lewat waktu asalnya, seperti jama’ ta’khir, misalnya melaksanakan shalat Zhuhur di waktu ‘Ashar karena dibutuhkan.
  6. Perubahan, yaitu bentuk perbuatan berubah-ubah sesuai situasi yang dihadapi, seperti dalam shalat khauf (ketika perang). Allah Ta’ala berfirman,

    فَإنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَاناً فَإِذَا أَمِنتُمْ فَاذْكُرُواْ اللّهَ كَمَا عَلَّمَكُم مَّا لَمْ تَكُونُواْ تَعْلَمُونَ

    Jika kamu dalam Keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah)” (QS. Al Baqarah: 239)
    Demikian juga ketika sakit yang membuat seseorang tidak sanggup berdiri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ

    Shalatlah sambil berdiri. Jika tidak sanggup, maka sambil duduk. Jika tidak sanggup, maka sambil berbaring.” (HR. Bukhari dari Imran bin Hushain)

Sabda Beliau, “tidak ada seorang pun yang hendak menyusahkan agama (Islam)”, yakni menjalankan ibadah dengan sikap tasyaddud (mempersempit kelapangan Islam) dan ghuluw (melewati aturan yang ditetapkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) seperti menjadikan perkara sunat sebagai wajib, mengharamkan beberapa hal yang dihalalkan, dan tidak mau mengambil rukhshah (keringanan/kelonggaran dari Allah).

Sabda Beliau, “kecuali dia akan kalah”, yakni akan bosan sendiri dan akhirnya ditinggalkan.
Namun tidak termasuk tasyaddud/ghuluw kalau seseorang berusaha ke arah kesempurnaan dalam mengerjakan ajaran Islam.

Sabda Beliau, “Maka bersikap luruslah” yakni tetaplah mengerjakan ajaran Islam tanpa tasaahul/bermalas-malasan dan tanpa tasyaddud/ghuluw (melewati aturan) seperti menambah-nambah atau berbuat bid’ah. Hal ini sebagaimana firman Allah:

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلاَ تَطْغَوْاْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu.” (QS. Huud: 112)

Ayat “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar” yakni tetaplah kamu berada di atas ajaran Islam, jangan malas mengerjakannya atau meremehkannya. Sedangkan ayat “sebagaimana diperintahkan kepadamu” yakni sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak melewati aturan dan tidak menambah-nambah. Berdasarkan keterangan ini, seseorang akan merasakan kesulitan menjalankan agama ketika ia menambah-nambah ajaran Islam (berbuat bid’ah).

Sabda Beliau, “Mendekatlah” yakni jika kamu tidak dapat mengerjakan seluruh ajaran Islam, maka berusahalah mengerjakan sebagian besarnya.

Sabda Beliau, “Berbahagialah” yakni berbahagialah dengan pahala yang Allah janjikan, dan Dia tidak pernah mengingkari janji. Dengan anda mengingat-ingat pahala yang Allah janjikan, akan membuat seserang semakin semangat dan ringan mengerjakan amal salehi.

Sabda Beliau, “Manfaatkanlah waktu pagi, sore, dan ketika sebagian malam tiba” yakni usahakanlah selalu mengerjakan ibadah pada saat-saat kuat dan semangat mengerjakannya yaitu di waktu pagi, petang, dan sebagian malam.
Ini termasuk jawami’ul kalim yang diberikan Allah Ta’ala kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perhatikanlah sabda Beliau, kata-katanya sedikit namun kandungannya begitu dalam.
Dari hadits ini dapat ditarik beberapa kesimpulan, di antaranya:

Faidah Hadits:

  1. Seluruh ajaran Islam mudah, baik akidah maupun amalan.
  2. Kesulitan mendatangkan kemudahan.
  3. Jika kita tidak dapat mengejar semua, maka jangan tinggalkan sebagian besarnya.
  4. Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan, maka kerjakanlah sesuai kemampuan kita.
  5. Memberikan semangat orang-orang yang beramal serta memberikan kabar gembira kepada mereka dengan kebaikan dan pahala yang akan diperoleh dari mengerjakan suatu amalan.
  6. Jalan yang perlu dilalui dalam mengadakan perjalanan menuju Allah Subhaanhu wa Ta’ala.

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

***
Maraji’: Makbatah Syamilah versi 3.45, Mausu’ah Haditsiyyah Mushaghgharah (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’ani was Sunnah), Fathul Bari (Al Hafizh Ibnu Hajar Al ’Asqalani), dll.

Penulis: Marwan Hadidi, S.Pd.I

🔍 Doa Pelindung Diri Dan Keluarga, Tentang Sholat, Kalkulator Faraid, Waktu Sholat Duhur


Artikel asli: https://muslim.or.id/21675-kemudahan-agama-islam.html